Dekade ini boleh jadi periode keemasan bagi ekonomi syariah, terutama di Indonesia. Sejak tahun 2000 silam tak kurang 50 lembaga ekonomi berbasis syariah tumbuh dengan suburnya. Hal ini sangat wajar mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Sayangnya, di tengah gemebyar syariah, terselip berbagai kelemahan dan penyimpangan. Apalagi disinyalir lebih dari 80% dari lembaga yang ada belum mampu menjalankan prinsip-prinsip syariah secara utuh.
Kesalahan pertama adalah produk-produk syariah yang dipasarkan justru didominasi oleh produk-produk konsumsi. Murabahah, atau jual beli, entah itu berbentuk KPR, kredit kendaraan, dan sebagainya mendominasi tak kurang dari 70% produk syariah yang ada. Tak beda dengan kredit konsumsi tradisional. Hanya saja elemen bunga disamarkan dengan elemen biaya dan marjin profit. Mestinya, kalau mau fair, produk-produk lain seperti mudharabah, musyarakah, isthisma’, juga tak kalah gencarnya dipasarkan.
Dalam beberapa hal, masyarakat juga sering mengalami kesulitan dalam mengakses produk-produk syariah tersebut. Dengan persyaratan yang rumit serta birokrasi yang berbelit, lembaga syariah bergeser menjadi menara gading yang sulit dijangkau kaum grass root. Padahal, sejatinya, ekonomi syariah lahir untuk mewadahi kaum bawah tersebut.
Beberapa kalangan juga sering mengkritisi sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam pembentukan dan penunjukan Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Dewan Pengawas Syariah (DPS). Seringkali lembaga-lembaga tersebut dicap sebagai produk formalitas belaka mengingat standardisasi skill dan capabilities orang-orang didalamnya tidak jelas. Dewan yang diharapkan dapat berkomitmen penuh dalam mengawasi produk, konsep, kinerja, maupun policy lembaga syariah kinerjanya sering mengecewakan. Anggota-anggotanya yang masih didominasi kyai-kyai sepuh, dirasa kurang mampu mengikuti pergerakan dan perkembangan ekonomi syariah yang bergerak dengan sangat cepatnya.
Di lembaga syariah sendiri, penunjukan dan pengelolaan sumber daya manusia (SDM) juga masih bias. Prinsip syariah, sejatinya membutuhkan 70% moral heavy, baru diikuti dengan knowledge dan appearance. Namun pada prakteknya, mereka justru dijejali hafalan-hafalan berbahasa arab dan diikutkan pelatihan instan. Terkadang etika bisnis dan konsep islami belum dikuasai secara komprehensif.
Celakanya, kekurangan-kekurangan ini makin diperburuk dengan sikap lembaga keuangan yang ada. Mereka memandang syariah semata-mata sebagai peluang pasar yang layak dimanfaatkan. Tindakan ini tentunya merupakan kejahatan ekonomi karena produk syariah menjadi alat para kapitalis untuk mengeduk untung sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya. Keberpihakan dan komitmen mereka terhadap kelangsungan dan perkembangan syariah itu sendiri masih patut dipertanyakan.
Lebih parah lagi, beberapa bank membuka divisi syariah hanya untuk nasabah privat yang memiliki dana tak kurang dari Rp 500 juta. Jika demikian, tentunya keberpihakan lembaga keuangan menjadi diskriminatif dan tak lagi berperan pada kelangsungan hidup kaum grass root. Kapitalisme, dalam hal ini, dibalut dengan simbol-simbol syariah untuk kepentingan pemilik modal.
Kamis, 23 Oktober 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
Fahrul udah bagus,
Boleh aku kasih komen??
Gini fahrul, coba liat dari dua sisi rul,, jangan menyudutkan salah satu pihak. AYo boleh kapan2 kita sharing..
Fahrul, sesungguhnya yang terjadi saat ini adalah mental bangsa kita yang selalu menyalahkan pihak lain. Coba aku nanya, Have you had an account in shariah banking??
Nah kalu belum, ayo coba buka. Kalu udah alhamdulillah.
Sayangnya saat ini kebanyakan sikap Muslim adalah selalu mencari kelemahan dr sistem yg br dirintis dr thn 1992 ini di Indonesia (bahkan kalu mulai banyak mah thn 2000, th 92 mah cuma Muamalat aja).
Banyak hal yang harus kita pahami dulu sebelum menjudge sesuatu, jangan seolah2 krn masih belum bisa menerapkan syariah 100% kemudian malah kita berbalik againts this system. Ga adil donk..
Masih banyak kekurangan, bahkan para petinggi bank syariah di BI pun mengakuinya, krn memang we have the dual banking system, dimana konvensional-lah yg dominate. Tapi justru itulah PR kita selaku Ekonom Muslim. Yakin rul someday we'll realize that this is the best wayout for our problems.
Cheers..
Kita emang punya passion yang sama dalam menulis. Ayo semangat ya fahrull..
Ajarin Qorry buat bisa nulis di koran. okey??
Tetap semangatt!!!!!
fahrul, menanggapi yang lw tulis di blospot itu,, gw punya data2 tabel dari BI dalam laporan keuangan perbankan syariah yang menunjukkan share pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah, untuk periode desember 2004 sampe juli 2008 share yang paling besar dan semakin membesar dalam tiap tahunnya adalah pada pembiayaan jasa dunia usaha yang pada juli 2008 sharenya 30,23% dari total 10 sektor pembiayaan, bukan konsumsi.. sebagai refrensi gw untuk lebih lengkap, gw mau browsing data yang diambil fahrul untuk tulisan ini..
untuk fasilitas syariah yang sulit, skrg udah ada office channeling oo yang memungkinkan nasabah yang mengetahui dan hanya menginginkan sistem perbankan syariah tapi dengan jarak yang jauh dari bank syariah maka dia bisa tetap melakukannya di bank konvensional yang ada *biasanya BRI yang ada dimana2 yah, tanpa BRI hrus bikin unit usaha syariah.selain itu kantor pos yang dimana2 itu juga bisa sbg sarana membuka tabungan syariah dengan kartu SHAR-E nya bank muamalat
persoalan persyaratan yang rumit dan berbelit, itu terkait dengan rendahnya non performing financingnya syariah dibanding bank persero *gw ada juga datanya. jadi ga sembarangan ngasi kredit tapi wkt itu gw ma qorry wawancara nasabah syariah 30org *cukup mewakili populasi, mayoritas mereka blg klo syariah lbh mudah dan ga berbelit yang ga jelas dibanding konvensional,,
menurut pak agus yunanto dari direktorat perbankan syariah di BI menurut data statistik sangat sedikit sekali syariah yang melenceng dari prinsip syariah dan segera di selidiki khusus oleh BI.
terlebih udah banyak UU BI tentang perbankan syariah yang berlaku membuat syariah lebih kokoh dan terjamin.
DPS dan DSN gw blom terlalu tau scr keseluruhan, tapi salah satu yang gw kenal bukan hanya skill yang tinggi namun kemampuan beliau dalam menuntun inovasi syariah ttp pada jalurnya. klo fahrul maksud itu bentuk yang mengecewakan secara nyata dari DPS dan DSN nya apa?apa ada produk syariah yg tdk ssuai syariah?
thanks yah fahrul,, mengasah juga niih.. seruu...
ayo tuker pikiran lagi
-ZUPPERENNY-
Posting Komentar