Kamis, 26 Februari 2009

Proteksionisme Ekonomi Indonesia, Mungkinkah?

Krisis ekonomi global telah membuat kekacauan yang benar-benar di luar dugaan. Krisis yang berasal dari Amerika Serikat dengan sangat cepat mempengaruhi perekonomian dunia. Indonesia pun menjadi salah satu korban dari adanya krisis ekonomi global tersebut. Hal ini disebabkan oleh karena Indonesia, sebagai negara dengan perekonomian terbuka, berperan aktif dalam perdagangan internasional.

Produk-produk andalan ekspor Indonesia ke Amerika Serikat dan Eropa seperti tekstil, kopi, teh, menghadapi tantangan berat karena menurunnya permintaan yang sangat besar
dari para pengusaha di Amerika Serikat. Permasalahannya adalah produk-produk tersebut di dalam negeri menyerap tenaga kerja yang sangat signifikan. Oleh karenanya, ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bukan merupakan sebuah utopia tetapi telah menjadi kenyataan. Sampai dengan akhir Januari 2009, 250.000 orang telah menjadi korban krisis ekonomi global akibat PHK. Lalu apa yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk mengantisipasi hal tersebut ? Menjadi Proteksionis kah?

Banyak pihak termasuk para ekonom memperkirakan dan meramalkan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia 2009 akan berasal dari tiga negara besar Asia yang memiliki pasar yang cukup besar yakni Cina, India, dan Indonesia. Indonesia boleh berbangga diri karena dianggap akan menopang pertumbuhan ekonomi dunia karena pangsa pasar domestiknya yang masih cukup besar. Namun, kalau kita lihat bukti empiris pasar di Indonesia, masih jauh sekali dari sempurna. Masih membanjirnya produk impor baik yang legal maupun ilegal inilah yang membuat pasar terdistorsi menjadi tak sempurna. Selain itu, masyarakat Indonesia sendiri tidak bangga dengan produk negaranya sendiri.

Ide proteksionisme muncul ketika Amerika Serikat mulai cenderung membangun ekonominya dengan sikap proteksionis. Kongres AS membujuk Presiden Obama untuk menyetujui undang-undang Buy America. Tentu saja hal ini langsung diprotes oleh mitra dagang AS termasuk juga Indonesia. Berubah menjadi sebuah negara yang proteksionis di masa krisis saat ini bukanlah sikap yang arif dan bijak dilaksanakan. Indonesia telah lama menjadi negara dengan perekonomian terbuka terutama sejak rezim Soeharto berkuasa. Pasar domestik memang penting untuk mengantisipasi krisis dalam jangka pendek namun hal tersebut belum cukup dalam membangun dan memulihkan kembali negara ini dalam jangka panjang. Walaupun memang dalam data BPS bulan Januari 2009, ekspor kita turun 9 %, namun bukan berarti ini sinyal untuk menjadi sebuah negara proteksionis.
Indonesia tentu tidak ingin sikap proteksionis yang dilakukan diikuti oleh negara lain dan tentu saja akhirnya akan merugikan Indonesia sendiri.

Apabila krisis telah kita lewati, maka ekspor diharapkan akan kembali berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia serta kembali menyerap tenaga kerja. Namun, adalah hal yang bijak saat kita tidak tergantung begitu saja dengan asing dengan memperkuat perekonomian domestik yang berbasis kerakyatan.

Mengingat krisis ini akan berlangsung lama dan semakin banyak orang yang terkena PHK maka pemerintah mesti fokus dalam jangka pendek dengan memperkuat ekonomi domestik. Selain itu, kampanye penggunaan produk Indonesia harus dilakukan secara masif dan terukur untuk mendukung penguatan ekonomi domestik dalam menghadapi krisis. Hal tersebut juga dibarengi oleh kebijakan pemerintah agar sektor – sektor penghasil produk Indonesia tersebut dibekali keterampilan dan kemampuan agar dapat menghasilkan produk dengan kualitas yang baik dan sesuai dengan selera masyarakat.

Tidak ada komentar: