Juara 1 Lomba Pemikiran Kritis Gebyar Pertanian IPB
Sebagai sebuah negara agraris yang diberkahi oleh Tuhan Yang Maha Esa anugerah kekayaan alam yang melimpah, mestinya Indonesia menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Namun dalam kenyataannya sektor pertanian semakin ditinggalkan dan menjadi anak tiri dalam proses pembangunan bangsa. Share sektor pertanian terhadap PDB nasional menunjukkan angka yang semakin menurun, dari 15 persen pada tahun 2001 menjadi sekitar 13 persen pada tahun 2007. Ini dapat diakibatkan oleh karena produktivitas di sektor pertanian yang masih sangat rendah. Walaupun pertumbuhan dari sisi penawaran dari sektor pertanian jumlahnya terus meningkat dari 3,4% pada tahun 2006 menjadi 3,5% pada tahun 2007. Kenaikan jumlah pertumbuhan yang tidak terlalu signifikan ini menunjukkan bahwa sektor pertanian belum menjadi sektor yang diperhatikan secara serius oleh pemerintah.
Namun demikian sektor pertanian masih menanggung beban yang cukup berat dilihat dari besarnya penyerapan tenaga kerja. Hingga tahun 2006, dari total angkatan kerja sebanyak 93 juta jiwa, 41,4 juta diantaranya masih bergantung pada sektor pertanian (44,5 persen). Sementara itu sektor yang memiliki pertumbuhan lebih tinggi dari sektor pertanian dan berkontribusi cukup besar terhadap PDB (sektor industri – dengan share terhadap PDB hampir 30 persen) ternyata hanya mampu menyerap sekitar 12.5 persen dari angkatan kerja yang ada.
Kemiskinan dan Sumberdaya Manusia
Data Sakernas menunjukkan dari 58,1 juta tenaga kerja yang ada di pedesaan, 38,4 juta diantaranya bekerja di sektor pertanian (66 persen). Berdasarkan katagori formal dan informal, maka 93.5 persen dari tenaga kerja di sektor pertanian dikatagorikan sebagai pekerja informal dan hanya 6,5 persen yang memiliki kategori formal (Sakernas 2006). Tingginya jumlah tenaga kerja yang bergantung pada sektor pertanian tidak berarti bahwa sektor ini mampu menyejahterakan pelaku-pelaku yang terlibat didalamnya. Hal ini dapat ditunjukkan dari indikator angka kemiskinan di pedesaan. Meskipun sempat mengalami penurunan pada periode akhir 70-an hingga tahun 90-an, namun jumlah penduduk miskin ini kembali meningkat pada periode 2004-2006. Mayoritas penduduk miskin tersebut berada di pedesaan dengan pekerjaan utama di sektor pertanian. Pertanyaan penting dari fenomena tersebut adalah : apakah pertanian identik dengan kemiskinan atau pemerintah gagal mewujudkan tujuan utama pembangunan ekonomi khususnya di pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan petani?
Pendidikan
Persentase tenaga kerja di sektor pertanian dengan tingkat pendidikan SLTA ke atas hanya 6 persen, sedangkan 77 persen hanya berpendidikan SD ke bawah. Dibandingkan dengan sektor lainnya, SDM sektor pertanian jauh tertinggal. Sebagai pembanding, untuk sektor industri persentase pekerja dengan tingkat pendidikan sedang (SLTA) mencapai 31.3 persen, sedangkan di sektor jasa sebesar 34 persen (Bappenas). Hal ini menyiratkan semakin tertinggalnya sektor pertanian dibandingkan dengan sektor lainnya.
Penguasaan Lahan
Input penting lainnya yang sangat mempengaruhi aktivitas pertanian adalah penguasaan lahan. Jumlah petani gurem dengan penguasaan lahan kurang dari 0.5 ha selama kurun waktu 10 tahun (1993 – 2003) meningkat cukup tajam. Dari 10.7 juta RT petani menjadi 13.2 juta RT. Fenomena petani gurem ini jamak dijumpai di Jawa, hampir 75 persen dari total petani gurem. Kondisi yang lebih memprihatinkan adalah bahwa diantara petani-petani gurem tersebut mayoritas adalah mereka yang mengusahakan tanaman pangan. Implikasi lanjutan dari situasi tersebut adalah terhadap aspek kesejahteraan, produktivitas dan secara lebih luas lagi rawannya ketahanan pangan nasional.
Infrastruktur
Kajian mendalam yang dilakukan pada beberapa negara menujukkan bahwa terdapat keterkaitan yang erat antara keberhasilan pembangunan infrastruktur di pedesaan dengan pembangunan pertanian. Lebih spesifik lagi, infrastruktur yang dimaksudkan mencakup fasilitas irigasi, listrik dan jalan raya. Potret lain yang dilakukan oleh mengenai pengaruh infrastruktur jalan terhadap pengurangan kemiskinan di pedesaan Indonesia sangat nyata. Keberadaan infrastruktur yang baik mendorong berkembangnya moda-moda produksi serta proses distribusi dari input pertanian serta output yang dihasilkan. Secara prinsip hal tersebut akan mengurangi biaya transaksi yang terjadi untuk memperoleh akses barang dan jasa serta informasi yang diperlukan.
Lebih lanjut, dalam data departemen pertanian di tahun 2007 disebutkan bahwa hampir 17,4% dari seluruh jaringan irigasi pertanian dalam kondisi yang rusak ringan.
Kondisi infrastruktur yang ada masih belum mendukung kelancaran arus distribusi input dan output tersebut. Namun demikian cukup disayangkan bahwa ternyata Investasi Indonesia untuk infrastruktur sangat tidak memadai. Investasi infrastruktur menurun dari 5-6 persen dari PDB sebelum tahun 1997 menjadi kurang dari 1-2 persen dari PDB pada 2000, dan saat ini berada dalam kondisi stabil pada tingkat 3,4 persen dari PDB.
Berdasarkan data dan fakta yang dikemukakan di atas sudah sepantasnya untuk melakukan restropeksi diri bahwa sektor yang selama ini merupakan tulang punggung perekonomian bangsa dengan berbagai kontribusinya seolah-olah terlupakan. Oleh karena itu perubahan mutlak dilakukan. Perubahan harus dilakukan dengan syarat : (1) Bahwa sektor pertanian menjadi bagian integral dalam perekonomian Indonesia sehingga perubahan di sektor pertanian secara langsung berhubungan dengan peningkatan produktivitas perekonomian dan pertumbuhan ekonomi. (2) Petani sebagai pelaku utama di sektor pertanian harus memperoleh manfaat yang tinggi dari perubahan yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi. Kedua syarat tersebut tidak dapat ditawar untuk memperkuat sektor pertanian.
Jumat, 02 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar