Belum lagi selesai masalah kelangkaan minyak tanah di kalangan masyarakat, masyarakat kembali dikejutkan dengan kelangkaan lauk-pauk yang selama ini dikenal akrab yakni tahu dan tempe. Produksi tahu dan tempe terus menurun karena banyak produsen yang tak mau lagi berproduksi akibat tingginya biaya bahan baku. Tak ayal lagi, selama beberapa hari ini tahu dan tempe seakan menghilang dari peredaran. Pukulan telak lagi bagi masyarakat kecil yang terkena dampak langsung.
Tahu-tempe seakan menjadi pendamping makanan pokok masyarakat kecil yang tak diperkenankan akan naik harganya. Tak mengherankan dan sudah menjadi rahasia umum di masyarakat kita, mulai dari presiden, birokrat, pelajar dan mahasiswa sampai residivis pun suka dengan tahu-tempe.
Naiknya harga kedelai, bahan baku tahu-tempe, memang tak dapat dihindarkan karena negara ini menggantungkan kedelai dari impor. Tingginya kebutuhan domestik yang tak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri memaksa bahan baku harus didatangkan dari luar negeri. Sungguh ironis, tahu dan tempe yang selama ini akrab di sekitar kita ternyata sangat bergantung pada pasokan dari luar negeri. Padahal, Indonesia merupakan negara produsen tahu-tempe terbesar di dunia.
Gagalnya Ketahanan Pangan
Kelangkaan dan mahalnya bahan baku tahu-tempe menunjukkan bahwa ketahanan pangan, terutama kedelai ternyata belum maksimal. Ini merupakan sinyal yang sangat berbahaya bagi pemerintah mengingat untuk menjamin ketahanan pangan saja, pemerintah belum maksimal, bagaimana bisa memakmurkan rakyat yang menjadi tujuan luhur dari berdirinya bangsa ini?
Gejala kelangkaan kedelai memang telah terjadi beberapa tahun silam, ketika banyak petani mengonversi lahan pertanian kedelainya menjadi lahan – lahan jagung dan tanaman hortikultura lainnya. Harga jual kedelai yang rendah menjadi alasan kenapa petani melakukan hal tersebut.
Pemerintah bukannya tinggal diam. Selama beberapa tahun belakangan ini pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk mendorong peningkatan produksi kedelai. Melalui program Bangkit Kedelai misalnya, pemerintah telah menargetkan produksi kedelai secara besar-besaran. Namun, belum lama dan selesai program tersebut, pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan baru dengan menghapus bea masuk kedelai.
Tentu saja, kebijakan tersebut tak dapat diandalkan terus menerus, sebab hal itu hanya efektif dalam meredam kenaikan harga dalam jangka pendek saja. Kebijakan jangka panjang pun harus kita pikirkan. Hal yang dapat dilakukan pemerintah adalah memberikan insentif bagi petani agar kembali menanam kedelai, insentif dapat berupa bibit gratis, subsidi pupuk, perbaikan sarana dan prasarana pertanian, dan peningkatan harga jual kedelai di pasaran.
Menurut survei di lapangan, kedelai produksi dalam negeri ternyata lebih disukai ketimbang produksi luar negeri, dari segi kualitas dan hasil produk. Ini juga merupakan sebuah keuntungan sendiri bagi negeri ini jika ingin memperbaiki skema kebijakan ketahanan pangan kedelainya. Mengingat, kedelai adalahbahan baku makanan yang sangat digemari di Republik ini dan dapat menjadi identitas bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar